Syair Ustadz Abdul Somad Yang Menggemparkan


Ustadz Abdul Somad (UAS) telah resmi bergelar Datuk Seri Ulama Setia Negara melalui upacara adat penabalan oleh Ketua Majlis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar, yang didampingi Ketua Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau Syahril Abu Bakar pada hari Selasa 21 Februari 2018 di Gedung Lembaga Adat (LAM) Riau di Pekanbaru.

Setelah penabalan tersebut, UAS menyampaikan kata sambutan yang ia sampaikan dalam bentuk syair. Setelah membacakan syair tersebut, Ustadz abdul Somad nampak tersedu. Anak jati diri Melayu ini tertunduk dalam.

Syair ini menggemparkan karena berisi perjalanan hidupnya, keluh kesah hati, sampai harapan-harapan di masa depan. Gemparnya para hadirin karena syair-syair itu penuh makna dan diselingi dengan kalimat-kalimat tajam yang membuat hadirin tertawa.

Inilah Syair Ustadz Abdul Somad.


Syair Datuk Seri Ulama Setia Negara

Oleh: Abdul Somad, Lc. MA

Dengan Bismillah kalam bermula
Alhamdulilah pembuka kata
Shalawat dan salam sempurnalah makna
Yang kecik dibina yang besar mulia

Abdul Somad aku bernama
Selesai belajar di Negari Narasinga
Pernah singgah di IAIN Suska
Terbang menuju Bumi Seribu Menara

Melihat Sungai Nil dan Piramida
Bersua dengan Fir’aun dan Musa
Hinggap sekejap di Bumi Malaya
Akhirnya terdampar di Gurun Sahara
Hampir sampai ke Barcelona

Setelah lama mengembara
Kembali jua ke bumi tercinta
Tanah Siak Sri Indrapura
Membawa gelar LC dan MA
Banyak orang bertanya-tanya
Apalah agaknya artinya
Lagi Cemas Mencari Anak dara

Nasehat orang tua-tua
Bernaunglah di pokok yang gagah perkasa
Batangnya jadi penyangga
Akarnya tempat bersila

Bersilaturrahim ke rumah Doktor Musthafa
Rumah putih di Jalan Gulama
Dia bawa daku sepuluh senja
Ke TVRI membawa acara
Bila ia pergi ke Malaysia
Daku duduk di singgasana
Menjadi guru sekejap mata

Subuh tiba gelap gulita
Menuju Masjid dipagi buta
Jamaah pun tak pulak ada
Banyak tiang darikan manusia

Berbekal sabar dan doa
Nasib baik datang menyapa
Khutbah bergetar dari Masjid Raya
Banyak mata terpesona
Caci hamun pun ikut serta
Lovers and haters kata anak-anak muda

Ada pula yang menuduh paksa
Fitnah anti Bhinneka Tunggal Ika
Diusir dari Pulau Dewata
Deportasi dari Cina
Tapi hati tak rasa hina
Semua itu belum ada apa-apanya
Bila di bandingkan Nabi Besar kita
Gigi patah kaki terluka
Namun tetap berbalas doa

Sungguh tak layak masuk ke surga
Bila busuk hati terus dipelihara

Orang Melayu cinta negara
13 Juta Gulden Belanda
Diderma untuk membela bangsa
Sultan Syarif Kasim orang mulia
Dari Kerajaan Siak Sri Indrapura

Berdaulat ke Yogyakarta
Jangan kau ajar kami tentang cinta negara
Kalau bukan karna kami punya bahasa
Kau pun tak dapat bertutur kata

Dendam jangan masuk ke kepala
Masih banyak yang perlu di rasa
Anak Sakai meniti pipa
Anak Akit senyum menyapa
Talang Mamak terus menganga
Padahal minyak tiada terkira
Tapi apa mau di kata
Terlampau banyak diangkut ke Jakarta

Awan berarak menanti senja
Budak menuju Surau Mushalla
Qur’an di tangan dan alif ba ta
Tak lupa rotan di belah dua
Tapi kini semua dah sirna
Semua sudah berganti rupa
Budak asik bermain Sega
Play Station warnet beraneka
Dari Batman hingga Mahabarata
Sampai Spiderman sarang laba-laba

Kalau lah tak ada usaha
Budak Melayu kan hancur binasa
Melayu hanya tinggal nama
Rosak kerana Aids dan narkoba
Menjemput murka dan bencana
Wajah menjadi bermuram durja

Selepas masuk Belanda
Banyak anak tak boleh tulis baca
Huruh Arab dibuang serta
Melayu Riau boleh berbangga
Huruh Arab Melayu merata-rata
Dari Masjid hingga kantor Walikota

Tapi bila tiba saatnya
Huruf Arab hanya mantra
Dibaca saat duka cita
Atau untuk pelet wanita
Sungguh kiamat di pelupuk mata

Maka....
Masuklah anak ke sekolah ugama
Ada Gontor 7 dijalan ke Kampa
Darel Hikmah, Babussalam, dan Ash-Shofa
Atau IBS arah asrama tentara

Memang agak mahal biaya
Minimal pelajaran agama ada lima
Menjadi bekal dari muda ke tua
Andai tersesat boleh kembali semula
Mereka kan jadi pemimpin bangsa

Dari Presiden sampai Pak KUA
Kita semua akan binasa
Harta tiada di bawa serta
Anak sholih jualah yang mengalir ke kita

Malam berinai kan tiba jua
Tepak sirih merah merona
Gambir kapur dan pinang tua
Mulut mengunyah bermasam muka
Tanda lidah sedang merasa
Pahit kelat dan pedar ada
Semua mesti di telan sama
Pertanda hidup berumah tangga

Mak andam duduk memasang kenaga
Jemputan hadir saudara mara
Barzanji di baca serta marhaba
Tuan Mufti membaca doa
Air mata bahagia ayah dan bunda
Menanti cucu penyejuk mata

Disana bahagia berpunca
Tapi kini semua tak ada
Akad menjadi majelis duka
Kerana marah menghunjam dada
Rosak sudah pemudi pemuda
Amuk dan hamun mengisi acara
Mereka tak salah juga
Kerana diam kita lah bencana mereka

Banyak orang bertanya–tanya
Siapalah agaknya
Menulis kata-kata berbingkai makna
Menyentuh rasa hati dan kepala

Bila pula ia menulisnya
Jawabannya, siapa lagi kalau bukan Datuk Seri Ulama Setia Negara
Ditulis saat dalam perjalanan dari Jakarta
Di dalam pesawat Garuda


Tapi bila malaikat maut tiba
Pangkat dan kuasa tak lagi bermakna
Hanya iman dan amal shalih jua
Yang akan di bawa serta
Tinggallah rumah besar bertingkap kaca
Anak menantu sahabat tetangga
Kain songket dan baju sutera
Cincin emas dan batu permata
Ruby zamrud dan mutiara

Kalau ada tangan yang pernah menyapu air mata
Orang susah dan miskin papa
Kepala anak yatim tiada berbapa
Itulah yang dibawa ke surga

Apa tanda Melayu menyapa
Lemah lembut bertutur kata
Apa tanda Melayu beragama
Takut pada Allah semata
Apa tanda Melayu bernegara
Tetes darah asal jangan hina

Kala menung datang menyapa
Saat tanah pusara sudah pun rata
Anak menantu jiran tetangga
Tiada yang mau ikut serta
Tinggallah diri sebatang kara

Bila sampai masanya tiba
Anak berbisik ke pangkal telinga
Buah hati belaian jiwa
Mizyan Hadziq Abdillah putera teruna
La ilaha illallah ‘azza wa jalla.


Foto :
Fanpage Facebook Ustadz Abdul Somad Lc. MA