Merintis Keluarga Anti Korupsi di Indonesia

Korupsi dan Pribadi yang Tak Sadar 

Korupsi telah menjadi perangai yang mengakar bagi orang Indonesia, oleh karena itulah kampanye besar harus digaungkan untuk memberantas sekaligus mencegah penyakit tersebut. Korupsi seolah telah menjadi budaya. Yang tidak korupsi dianggap sok alim dan dirasa sulit untuk diajak kerjasama. 

Korupsi bukan hanya terjadi di meja-meja perkantoran besar, tetapi diam-diam korupsi juga telah menjadi tradisi masyarakat pedesaan. Sayangnya, hanya sedikit yang sadar bahwa untuk memulai pemberantasan korupsi harus lah dimulai dari diri sendiri. 

Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan tentang definisi korupsi tersebut, yakni setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 

Pemaknaan yang cukup luas dari definisi korupsi tersebut membuat celah untuk terjerat korupsi semakin besar. Oleh karena itulah diperlukan juga gerakan massif untuk membantu upaya pencegahan. 

Bukan lagi pada area penanganan, namun akan lebih baik lagi jika dimulai dari pencegahan. Sebab faktanya proses penanganan tindak korupsi yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat ini belum memberikan efek jera. 

Ditambah lagi dengan kondisi penegakan hukum di Indonesia yang belum terlaksana dengan baik, maka keberadaan KPK belum lah menjadi momok menakutkan bagi siapapun yang berniat korupsi. 

Oleh karena itu, mengembalikan upaya pencegahan korupsi kepada individu-individu masyarakat menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan dengan melakukan gerakan penyadaran tentang bahaya dan efek sistemik dari tindak korupsi tersebut. Karena banyaknya orang yang melakukan korupsi dalam kondisi tidak sadar. 

Seorang pejabat desa berteriak-teriak keras terhadap pejabat tertentu yang sedang didera pasal korupsi, tetapi di lain waktu ia sendiri membuat pungutan liar pada warganya untuk dinikmati kalangan tertentu. 

Seorang mahasiswa berteriak-teriak di jalanan meminta keadilan hukuman pada tokoh yang vonis ringan atas tindak korupsinya, tetapi di waktu yang sama, saat ujian di kelas ia membawa contekan. 

Kondisi seperti inilah yang membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tak kunjung tuntas. Hanya saling melempar batu lalu menyembunyikan wajah masing-masing yang ternyata juga tak jauh beda dengan orang yang dituding. Maka mengembalikan ke hulunya, yakni individu masyarakat itu sendiri, menjadi upaya yang paling jitu untuk upaya pencegahan korupsi dalam jangka panjang. 

Transparency International (TI) mempublikasikan Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015 yang menyebutkan Indonesia berada pada posisi ke-88 dari 168 negara yang diukur. 

Meskipun mengalami peningkatan poin dibanding tahun sebelumnya, posisi tersebut bukan lah posisi aman bagi sebuah negara dengan kondisi ekonomi yang sulit seperti Indonesia. Oleh karena itu, upaya serius sangat dibutuhkan untuk memberantas korupsi di Indonesia. 

Keluarga dan Pembentukan Mental Anti Korupsi 

Kepribadian yang muncul dari diri seseorang sangat lah dipengaruhi oleh lingkungan terdekat dari orang bersangkutan. Lingkungan terdekat tersebut tak lain adalah keluarga. 

Maka dalam menumbuhkan pribadi anti korupsi, pendekatan melalui keluarga bisa diupayakan secara berkesinambungan. Setidaknya, ada beberapa peran yang bisa dilakukan sebuah keluarga untuk membantu pencegahan tindak korupsi: 

1. Keluarga sebagai lingkaran spiritual terdekat 

Korupsi merupakan tindak kejahatan yang jelas sangat bertentangan dengan norma agama. Maka pendekatan spiritual keagamaan bisa menjadi solusi yang efektif untuk mencegah. Misalkan, di dalam Islam hukuman seorang yang mencuri adalah potong tangan. 

Maka dengan memahami dosa dan hukuman dari tindak korupsi yang juga masuk kategori pencurian tersebut diharapkan akan bisa menumbuhkan rasa takut untuk melakukan korupsi. Hal ini dilakukan tidak sebentar, tetapi membutuhkan proses dan tahapan. 

Seorang ayah hendak lah mendidik anaknya dengan nilai-nilai keaagamaan, sehingga tumbuh lah keimanan pada diri anaknya. Keimanan akan membuat seseorang selalu merasa diawasi oleh Tuhannya, sehingga ia pun takut untuk melakukan tindak kejahatan semisal korupsi tersebut. 

2. Menyemai akhlak anti korupsi secara khusus 

Dalam pendidikan seorang anak di tengah keluarganya, setidaknya ada 8 sikap anti korupsi yang harus ditanamkan oleh orang tua. Diantaranya kerja keras, kesederhanaan, keadilan, keberanian, kejujuran, kedisiplinan, kemandirian dan bertanggung jawab. 

Akhlak seperti ini jika berhasil ditanamkan oleh orang tua kepada anak, maka bisa dipastikan sang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang hebat dan memberikan kemungkinan yang sangat besar pula, ia akan menjadi sosok yang anti korupsi. Untuk bisa menanamkan 8 sikap anti korupsi tersebut, maka orang tua di rumah harus memberikan contoh keteladanan yang baik pada seluruh anggota keluarga. 

3. Alarm pengontrol 

Dalam suatu seminar, istri seorang gubernur dari Jawa Barat bercerita bahwa anaknya sering marah-marah pada orang tuanya. Pasalnya si ayah memberikan uang saku yang lebih pada anak-anaknya. Kemarahan anaknya sungguh istimewa, mereka akan selalu bilang pada ayahnya, ‘Ayah dapat uang dari mana memberi kami uang? Ini uang korupsi ya, Yah? Awas kalau ayah memberi kami uang hasil korupsi.’ 

Keluarga bisa memberi dua peran yang berlawanan, apakah mengantarkan pada korupsi atau mencegahnya. Keluarga yang hebat adalah keluarga yang mampu menjadi alarm bagi anggotanya untuk tidak melakukan tindak korupsi. 

Masalahnya bagaimana mewujudkan keluarga yang demikian? Bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti memilih pasangan yang berakhlak serta menanamkan semangat beragama dalam lingkungan keluarga. Jika kita gagal menjadikan keluarga sebagai alarm pengontrol, maka yang terjadi sebaliknya. 

Keluarga akan mendorong tindak korupsi dilakukan. Sebagai contoh begitu banyaknya kita saksikan seorang suami yang divonis sebagai tersangka korupsi, lalu diikuti pula oleh anggota keluarganya yang lain seperti istri hingga anak-anaknya. 

4. Keluarga anti korupsi, cikal bakal masyarakat anti korupsi 

Mengupayakan terbentuknya keluarga anti korupsi di Indonesia merupakan langkah awal dan jangka panjang dalam mewujudkan masyarakat anti korupsi. Dimulai dari individu, dikukuhkan oleh keluarga dan diperluas di dalam masyarakat. Maka cita-cita untuk menjadikan Indonesia bebas korupsi bukan mustahil lagi. 

Disaat banyaknya kondisi yang membuat kita pesimis dalam membasmi budaya korupsi di Indonesia, maka mengembalikan pada upaya pencegahan secara individu menjadi usaha yang paling logis. Dan keluarga menjadi tempat yang paling efektif dalam menempa individu-individu yang anti korupsi di tengah masyarakat. 

Penulis: Sugiarti 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Hari Anti Korupsi Internasional yang diselenggarakan KPK dan Blogger Bertuah Pekanbaru