Cerita Rakyat Melayu : Petualangan Putri Hijau di Pekaitan

Cerita Rakyat Melayu Petualangan Putri Hijau di Pekaitan
Cerita Rakyat Melayu Petualangan Putri Hijau di Pekaitan


Cerita Rakyat Melayu : Petualangan Putri Hijau di Pekaitan

Syahdan di negeri Semanjung Melayu. Saat ini terkenal dengan Negara Malaysia. Di sana terdapatlah sebuah desa di atas gunung yang bernama Desa Gurung Ledang. Desa itu sangat subur dan gemah ripah. Di sana bermukimlah seorang putri nan cantik jelita. Rambutnya ibarat mayang mengurai, indah dan legam. Matanya yang bulat bercahaya dibingkai oleh sepasang bulu mata yang bagai nyiur melambai. Kulitnya kuning langsat tiada tercela. Bahkan tailalatpun seperti enggan mampir di sana.

Tak cukup disitu istimewanya sang putri, kecantikan dan keelokan budi pekertinya sangat serasi. Ia sopan dalam bertutur dan ramah pada sesama. Ketika sang putri sedang berbahagia atau tengah jatuh cinta maka tubuhnya akan mengeluarkan sinar hijau yang anggun dan menakjudkan. Membuat tenang siapapun yang melihatnya. Sehingga penduduk desa memanggilnya Putri Hijau.

Pun begitu, Putri Hijau yang sudah beranjak dewasa tak jua menikah. Walau banyak yang melamar dan ingin mempersuntingnya. Putri Hijau selalu menolak. Bahkan dua orang keturunan raja dari Malaka tak ketinggalan hendak meminangnya menjadi permaisuri. Namun lagi-lagi ia menolak dengan halus.

Bukannya jual mahal atau terlalu banyak pantangan dalam bersuami, ternyata selama ini Putri Hijau belum menemukan pria yang dicarinya. Putri Hijau memiliki syarat khusus dalam memilih pasangan hidup. Lelaki yang akan dipilihnya adalah lelaki yang tidak memiliki luka di kepala dan tidak pula punya bekas penyakit kulit seperti kudis dan cacar.

Jenuh karena tak jua menemukan yang dihatinya maka pada suatu hari Putri Hijau memutuskan untuk turun gunung. Ia berpikir untuk tidak hanya menunggu jodoh mendatanginya, yang entah sampai kapan.

"Saya akan berpetualang untuk menemukan cinta sejati yang saya impikan," bisik Putri Hijau pada dirinya sendiri.

Putri Hijau pun memulai perjalanannya, hanya saja tidak dalam sosok seorang putri yang cantik jelita. Tapi, ia menyamar menjadi seorang nenek tua, jelek, lemah dan tidak berdaya sehingga harus dibantu dengan tongkat kayu.

Naas bagi Putri Hijau, ditengah jalan, tepatnya di daerah Deli Tua, penyamarannya diketahui oleh Raja Aceh dan Raja Cina. Kedua raja ini sangat bernafsu untuk memiliki Putri Hijau dan segala keistimewaannya. Sehingga perang antara kedua belah pihak tidak bisa dihindari.
Ketika perang sedang sengit-sengitnya, Putri Hijau yang ditawan melihat kesempatan untuk melarikan diri. Maka larilah Putri Hijau dengan diam-diam. Tak seorangpun yang menyadarinya. Karena perang telah mengalihkan perhatian semua orang.

Ditengah pelariannya, sampailah Putri Hijau di sebuah kerajaan yang bernama Pekaitan. Raja yang memimpin Pekaitan bukanlah raja yang baik, ia senang berfoya-foya, pesta pora dan menghabiskan waktunya dengan bermain catur. Beruntung, raja memiliki para pejabat istana yang cakap, pintar dan sangat memperhatikan rakyat. Sehingga sifat raja yang seperti itu tidak menghalangi kemajuan Kerajaan Pekaitan.

Di Pekaitan segala urusan kerajaan dilaksanakan oleh tiga orang pejabat yang jujur dan cakap. Untuk urusan keamanan lingkungan istana dipimpin oleh Datuk Penjarang. Ia adalah seorang pria yang gagah, cekatan dan terampil. Datuk Penjarang masih muda dan belum menikah. Sementara dua pejabat istana lainnya adalah Panglima Nayan dan Datuk Bendahara. Mereka mengurus segala rupa persoalan rakyat dan keuangan kerajaan.

Ketika sedang berjalan-jalan disebuah pasar Putri Hijau yang menyamar sebagai nenek itu berjumpa dengan seorang pria yang membuat hatinya bergetar. Jika ia tidak mengendalikan diri, cahaya hijau bisa saja memancar dari tubuhnya dan membongkar penyamarannya sekali lagi.
"Duhai, siapakah anak muda yang gagah ini?" Tanya Putri Hijau memberanikan diri menegur anak muda yang ternyata adalah Datuk Penjarang.
"Saya Datuk Penjarang, siapakah mak cik ini?"

"Saya Zaitun, saya sebatang kara di sini dan hidup terlunta-lunta tanpa sanak saudara," jawab Putri Hijau menyamarkan diri.

"Kasihan benar mak cik ini. Marilah ikut ke rumah saya, kebetulan ibunda saya juga tidak ada yang menemani di rumah jika saya sedang mengerjakan urusan kerajaan," Datuk Penjarang menawarkan bantuan kepada nenek yang mengaku sebagai Mak Cik Zaitun tersebut.

Tanpa banyak pikir, Putri Hijau menyetujui tawaran Datuk Penjarang. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih dan mengatakan betapa beruntungnya dia mendapat tawaran itu.

Sejak hari itu Putri Hijau tinggal di rumah Datuk Penjarang dan bekerja membantu Ibunda Datuk Penjarang yang ternyata bernama Dayang Seri. Ia mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah. Ibunda Datuk Penjarang yang sudah menjanda itu sangat senang dengan kehadiran Mak Cik Zaitun. Meskipun sudah tua namun ia masih mampu bekerja dengan cekatan. Mak Cik Zaitun juga sangat pandai memasak.

Pada suatu malam, setelah mereka selesai makan malam, Datuk Penjarang memanggil Mak Cik Zaitun. "Mak Cik Zaitun, kesinilah sebentar, saya hendak meminta tolong," seru Datuk Penjarang.

"Saya Tuanku?"
"Saya agak pusing, harap Mak Cik sudi memijat kepala saya ini."

Wah, ini kesempatan saya untuk memeriksa, apakah kepala Datuk Penjarang bersih dari bekas luka? Pikir Mak Cik Zaitun.

Tak lama setelah kepala dipijat, Datuk Penjarang pun tertidur. Dengan hati-hati Mak Cik Zaitun memeriksa kulit kepala Datuk Penjarang yang ternyata bersih dari bekas luka.

Alangkah senang hati Mak Cik Zaitun, ia bahagia namun masih bisa mengendalikan kegembiraan hatinya. Inilah lelaki yang ku cari, batin Mak Cik Zaitun. Ia pun berencana untuk mengakui tentang siapa dirinya yang sebenarnya pada Datuk Penjarang dan Ibundanya.

Manusia boleh berencana namun Tuhan jualah yang maha menentukan apa yang akan terjadi. Besok malamnya, Datuk Penjarang terlambat pulang, tidak seperti biasanya. Ia harus menyelidiki beberapa kapal asing yang berlabuh di pelabuhan Pekaitan. Kapal asing tersebut ternyata adalah kapal orang Kuala Panjang dari Kerajaan Aceh yang mencari keberadaan Putri Hijau. Dua orang laksamana Kerajaan Aceh, Laksamana Lakaida dan Lasamak yang memimpin kapal tersebut menyatakan bahwa mereka yakin Putri Hijau bersembunyi di Pekaitan.

Di rumah Datuk Penjarang. Mak Cik Zaitun tampak gelisah, sebentar berdiri sebentar duduk dan sebentar melongok ke pintu masuk. Ia mengkhawatirkan Datuk Penjarang yang tak jua pulang. Ternyata ia telah jatuh cinta pada lelaki anak Dayang Seri tersebut. Kebahagiaan pun menyelimuti hatinya. Semburat warna hijau terangpun keluar dari tubuh Mak Cik Zaitun yang telah kembali menjadi Putri Hijau. Cahaya tersebut memancar ke seluruh rumah hingga keluar menembus atap rumah.

Datuk Penjarang yang sedang dalam perjalanan pulang, melihat sinar hijau yang berasal dari rumahnya. Alangkah terkejutnya ia. Saat itu juga ia sadar bahwa benarlah kata orang Kuala Panjang itu. Putri Hijau bersembunyi di Pekaitan.

Ternyata cahaya hijau yang terang benderang itu juga terlihat oleh orang-orang Kuala Panjang yang mencari Putri Hijau. Begitu mengetahui bahwa cahaya tersebut berasal dari rumah Datuk Penjarang, Mereka segera menuju ke sana. Namun ditengah jalan mereka di hadang oleh Panglima Nayan dan Datuk Bendahara. Kedua kaki tangan raja Pekaitan itu juga mengetahui cerita tentang Putri Hijau. Merekapun ingin menemui sang putri.

Perbenturan kepentingan yang sama membuat mereka kehilangan kendali emosi dan akal pikiran. Perang antara orang-orang Kuala Panjang dan kaki tangan raja Pekaitan tersebut tak dapat dihindarkan.

Demi mengetahui peperangan yang sedang terjadi tersebut, Datuk Penjarang segera menemui Putri Hijau. Ia rupanya juga telah jatuh hati pada Putri Hijau dan berniat membawanya pergi dari Pekaitan. Dayang Seri pun merestui anaknya dan Putri Hijau. Sang Ibu menghadiahkan capil manik-manik untuk menutupi Putri Hijau. Capil manik-manik itu adalah sejenis topi berbentuk kupluk yang terbuat dari manik-manik. Itu adalah capil ajaib. Barang siapa yang memakainya maka tubuhnya akan hilang dan tidak kelihatan oleh orang lain. Kecuali bagi pemilik capil dan yang diizinkan untuk melihatnya.

Ketika dipakai oleh Putri Hijau maka wujud sang putripun menjadi tak ketara atau tak kasat mata. Hanya Datuk Penjarang dan Ibundannya sajalah yang bisa melihat wujud sang putri.

Tak membuang waktu, Datuk Penjarang segera memerintah anak buahnya untuk mengembangkan layar Landak Menari, nama kapal Datuk Penjarang. Merekapun berlayar menghulu Sungai Rokan

Setelah beberapa hari berlayar, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di suatu tempat yang tenang. Di sana Datuk Penjarang berusaha menyatakan isi hatinya kepada Putri Hijau. Trauma oleh peperangan demi peperangan yang memperebutkan dirinya, Putri Hijau tak lantas menerima permintaan Datuk Penjarang. “Murnikah ungkapan perasaan Datuk Penjarang ini,” prasangkanya di dalam hati.

Datuk Penjarang memahami prasangka Putri Hijau sebagai sesuatu yang wajar. Ia pun tidak memaksakan kehendaknya. Setelah cukup beristirahat, Datuk Penjarang memerintahkan Landak Menari kembali berlayar. Namun sebelumnya ia menamakan tempat persinggahan mereka tersebut dengan Sangko Duo, artinya hati yang berprasangka dua.

Dua hari kemudian sampailah Landak Menari bagian Sungai Rokan yang teduh dan tenang. Di sana mereka kembali beristirahat. Kala itu Putri Hijau sedang menikmati udara sore hari di anjungan kapal. Melihat hal itu sebagai kesempatan bagus maka Datuk Penjarang mendekati sang putri dan membujuknya untuk sudi menerima permintaan hati sang datuk yang sedang jatuh cinta. Namun Putri Hijau tidak bergeming. Oleh Datuk Penjarang tempat itu kemudian dinamakan Pembujukan.

Selanjutnya mereka kembali mengembangkan layar dan meneruskan perjalanan pelarian diri tersebut. Hingga sampailah Landak Menari di sebuah daerah yang indah di pinggir hulu Sungai Rokan. Di sana Datuk Penjarang kembal menemui Putri Hijau. Kali ini ia langsung melamar sang putri untuk menjadi istrinya. Melihat usaha Datuk Penjarang yang tak kenal putus asa dan dem hasrat cinta yang juga dirasakannya, Putri Hijau pun menerima pinangan Datuk Penjarang. Tempat itu kemudian diabadikan dengan nama Padang Pendapatan.

Dua hari kemudian mereka terus menyusuri hulu Sungai Rokan. Kali ini mereka mencari tempat untuk menetap. Hingga sampailah rombongan pelarian tersebut di daerah Siarang-Arang. Di sanalah Putri Hijau dan Datuk Penjarang menikah dan hidup bahagia hingga mendapatkan anak keturunan penerus mereka.

Datuk Penjarang membangunkan sebuah mahligai untuk Putri Hijau sebagai tanda kecintaannya pada sang putri. Setelah keduanya tiada, mahligai tersebut kemudian berubah menjadi gua. Pada hari-hari tertentu dari dalam gua tampak keluar seberkas cahaya hijau. Konon cahaya tersebut berasal dari capil Putri Hijau yang masih berada di dalamnya.

Daerah-daerah yang menjadi saksi bisu petualangan Putri Hijau masih ada sampai sekarang. Padang Pendapatan adalah sebuah desa yang terletak di sebelah hulu Desa Pembujukan. Kemudian di hilir Desa Pembujukan terdapat Desa Danau Raya. Danau Raya terletak di hilir Kota Siarangarang, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.

(Disadur dari Cerita Rakyat Melayu Riau)

Banyak Cerita Rakyat Melayu yang patut dibaca dan diambil pelajarannya, diantaranya :
Cerita Rakyat Melayu Batang Tuaka