Amerika Sadap Perusahaan Internet, Termasuk Microsoft, Yahoo, Google dan Facebook

Driau.com - Warga Amerika Serikat terguncang oleh skandal pengumpulan informasi telepon besar-besaran yang dilakukan Badan Keamanan Nasional (NSA) terhadap mereka selama 7 tahun belakangan. Skandal ini terkuak setelah harian Inggris, The Guardian, Rabu (5/6), menerbitkan dokumen rahasia mengenai perintah pengadilan terhadap NSA untuk mengumpulkan jutaan catatan panggilan konsumen Verizon, salah satu operator telepon terbesar di AS.

Perintah penyisiran tersebut, diterbitkan oleh Foreign Intelligence Surveillance Court, mengharuskan Verizon memberikan metadata seluruh panggilan di dalam AS dan antara AS dengan negara lain yang sedang berlangsung, setiap hari selama tiga bulan kepada NSA. Data itu meliputi nomor telepon kedua pihak yang terlibat dalam panggilan, nomor International Mobile Subscriber Identity (IMSI) untuk penelepon seluler, nomor telepon yang digunakan, dan durasi waktu panggilan. Metadata tidak menyertakan nama atau alamat pelanggan atau informasi akun lainnya, tak juga mengizinkan perekaman atau pengumpulan materi pembicaraan. Namun, metadata tersebut, bisa menunjukkan lokasi panggilan, sehingga dianggap melanggar privasi warga AS yang dijamin oleh konstitusi.

Perintah rahasia tersebut diterbitkan kepada FBI oleh pengadilan rahasia pada 25 April dan mengizinkan pemerintah mengumpulkan data hingga 19 Juli dan menyerahkannya kepada NSA. Menariknya, perintah itu disertai pula persyaratan agar Verizon tidak membocorkannya kepada siapa pun. Selain Verizon, NSA juga melakukan hal serupa terhadap operator lainnya, AT&T dan Sprint.

Pengumpulan data ini sebenarnya bukan yang pertama kali karena NSA pernah juga melaksanakannya pada era pemerintahan George Bush, tak lama setelah serangan teroris ke menara kembar WTC pada 11 September 2001. Data-data panggilan telepon memungkinkan pemerintah untuk membangun pusat data mengenai hubungan antara penelepon. Meskipun Verizon tidak diwajibkan menyerahkan informasi pelanggan, bukan berarti NSA tak bisa mengidentifikasi pemilik nomor telepon.

Yang juga tak kalah mengejutkan publik AS adalah penyadapan NSA dan FBI terhadap server pusat sembilan perusahaan internet untuk mengawasi audio, video, foto, surel, dokumen dan juga koneksi pengguna. Kesembilan perusahaan itu adalah Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube, dan Apple. Program rahasia tersebut, disebut PRISM, sudah dijalankan sejak tahun 2007 dan telah menjadi sumber utama intelijen yang diberikan kepada Presiden AS Barcack Obama.

Harian The Washington Post, yang pertama kali membongkar kasus ini, Rabu(5/6) lalu, mengatakan PalTalk digunakan cukup signifikan selama revolusi di Timur Tengah (Arab Spring) terjadi dan juga perang sipil di Suriah. Target pengawasan berikutnya dari pemerintah AS adalah Dropbox.

Tetapi menurut Guardian perusahaan-perusahaan tersebut tak tahu mengenai program PRISM dan tak kooperatif. Sementara Google sudah menyampaikan bantahan.

"Google sangat peduli mengenai keamanan data pengguna kami. Kami membuka data pengguna kepada pemerintah sesuai dengan hukum, dan kami meninjau semua permintaan itu secara hati-hati. Dari waktu ke waktu, orang menduga bahwa kami telah membuat 'back door" untuk pemerintah ke dalam sistem kami, tetapi Google tak punya 'back door' untuk pemerintah untuk mengakses data pribadi pengguna."

Menanggapi laporan tersebut, Direktur Intelijen Nasional AS James R Clapper menjelaskan, hanya orang dari luar AS yang menjadi target, dan program PRISM tak diperbolehkan menargetkan warga negara atau orang lain di dalam perbatasan AS. "Program tersebut baru-baru ini diizinkan lagi oleh Kongres setelah beberapa kali debat dan dengar pendapat," katanya, seraya menambahkan, "Informasi yang dikumpulkan dalam program ini termasuk yang paling penting dan informasi intelijen paling berharga, dan digunakan untuk melindungi negara kita dari berbagai ancaman." (*)
* (Rls/Wired/The Verge)