Cerita Rakyat Melayu Riau: Bujang Sri Ladang

Cerita Rakyat Melayu Riau: Bujang Sri Ladang
Cerita Rakyat Melayu Riau: Bujang Sri Ladang
Gambar : Adicita Jogjakarta

Cerita Rakyat Melayu Riau: Bujang Sri Ladang

Cerita rakyat Melayu Riau mengisahkan tentang seorang pemuda yang enggan menikah bernama Bujang Sri Ladang. Hingga pada suatu hari, ia pun pergi merantau meninggalkan kampung halamannya. Suatu hari di dalam perjalanannya untuk merantau, ia berhenti di sebuah danau. Ia heran menyaksikan 11 orang putri cantik yang sedang mandi di tengah danau. Bujang Sri Ladang pun dengan jahil menyembunyikan baju-baju dari 11 orang putri tersebut, hingga mereka semua merasa kehilangan. Para putri itu pun panik mencari pakaian mereka yang disembunyikan Bujang Sri Ladang.

Pada saat itulah tiba-tiba Bujang muncul dan menanyakan apakah yang sedang dicari. Mereka menjawab bahwa mereka kehilangan baju-baju yang dipakai untuk pulang ke kayangan. Pada saat itu, Bujang bertanya, “Jika baju itu kutemukan, apa upahnya?” salah seorang puteri menjawab. “Apa saja yang kamu minta akan kami kabulkan”. Bujang pun menawarkan keinginannya, bahwa sebagai upahnya ia meminta salah seorang dari putrid tersebut harus menikah dengannya. Akhirnya disepakati, salah seorang dari putri tersebut akan menikah dengan Bujang, namun dengan satu syarat yakni Bujang tidak boleh memakan buah delima selama mereka menikah. Bujang pun setuju dengan syarat tersebut. Dan tak lama setelah itu, Bujang pun menikah dengan salah seorang putri yang ada.

Suatu hari, Bujang dan teman-temannya pergi ke hutan untuk berburu. Di dalam hutan, teman Bujang menemukan buah delima yang sudah masak. Pada saat itu, Bujang merasa sangat lapar. Tanpa sadar dengan janji yang pernah ia ucapkan sebelum menikah dengan seorang putri, ia pun akhirnya memakan buah delima tersebut. Setelah kenyang memakan buah delima tersebut, barulah Bujang teringat akan janjinya pada sang istri. Ia pun merasa menyesal dan ketakutan. Dengan segera dan buru-buru, ia pun pulang untuk melihat bagaimana kondisi istrinya pada saat itu.

Pada saat itu Bujang terkejut, ia mendapati istrinya telah lengkap dengan selendang miliknya dan bersiap hendak terbang kembali ke kayangan. Bujang menangis dan menyesal. Ia meminta istrinya untuk mengurungkan niatnya tersebut. Namun apa daya, istrinya pun menanyakan kenapa Bujang melanggar perjanjian yang sudah dibuat yakni dengan memakan buah delima. Bujang mengaku tak sengaja karena ia merasa sangat lapar. Akan tetapi alasan itu tak bisa dimaklumi. Istrinya akan segera terbang kembali ke kayangan untuk berkumpul kembali bersama sepuluh orang saudaranya yang dulu ia tinggalkan.

Akhirnya istri Bujang pun terbang ke kayangan. Pada saat itu, Bujang masih sempat menyambar sedikit ujung rambut dari istrinya. Dan Bujang pun ikut terbang ke angkasa. Istrinya kembali menjadi seorang putri, dan kemudian berkumpul lagi bersama sepuluh orang putri yang lain. Sementara Bujang meskipun sudah ikut terbang ke angkasa, ia tidak bisa lagi berkumpul dengan istrinya yang kini telah menjadi seorang putri kayangan. Istri Bujang kembali bahagia berkumpul dengan saudara-sauadaranya yang lain.

Cerita rakyat Melayu Bujang Sri Ladang tersebut memiliki satu pesan moral yang penting untuk para pembaca, yakni tentang pentingnya untuk memegang dan menepati janji. Menepati janji wajib hukumnya, dalam kondisi bagaimana pun kita harus selalu teguh dengan janji yang sudah kita ucapkan pada orang lain. Bujang telah melanggar janjinya kepada istrinya, oleh karena itu wajar apabila ia mendapatkan akibat dari sikapnya yang melanggar janji tersebut. Bujang juga suka iseng menyembunyikan hak milik orang lain yakni baju-baju milik putri kayangan. Oleh karena itu, wajar apabila dikemudian hari ia mendapatkan balasan yang setimpal dengan sikap isengnya tersebut.

Ada banyak jenis cerita rakyat yang kisahnya mirip dengan cerita Bujang Sri Ladang tersebut. Pesannya tetap sama yakni mengenai kewajiban dan keharusan kita dalam memegang janji terhadap sesuatu kepada orang lain. Orang yang melanggar janji bukan hanya berdosa, tapi juga layak mendapatkan balasan yang setimpal dengan kesalahannya. Berhati-hatilah dengan janji yang diucapkan karena ia sama nilainya dengan hutang kita kepada orang lain. Jangan suka mengumbar janji jika kita termasuk orang yang pelupa dan suka melalaikan janji.