Sejarah Kota Pekanbaru

Sejarah Kota Pekanbaru

Sejarah Panjang Berdirinya Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru menjadi salah satu primadona di Indonesia. Bagaimana tidak, kota berjuluk Madani ini selama tiga tahun berturut-turut sukses menjadi kota tujuan investasi terbaik di tingkat nasional. Keberhasilan ini menjadi salah satu indikator suksesnya pembangunan di wilayah ini.

Kini setiap sudutnya berdiri gedung-gedung menjulang tinggi. Masyarakatnya juga hidup damai dalam keberagaman agama, budaya dan adat istiadat. Meskipun dengan berbagai problematika sosial yang terjadi, namun Pekanbaru tetap saja menjadi salah satu tujuan untuk kembali.

Pekanbaru yang ada saat ini tidak terlepas dari panjangnya Sejarah Kota Pekanbaru di masa lalu. Disana tidak hanya ada kisah indah, namun juga ada darah. Darah mereka yang rela mempertaruhkan jiwa dan raga, demi kota terlepas dari penjajah.

Pekanbaru berkembang di sepanjang Sungai Siak yang mengaliri kota ini hingga sekarang. Awalnya Pekanbaru bernama Payung Sekaki yang merupakan ladang bercocok tanam. Namun lokasi ini berkembang menjadi sebuah perkampungan.

Warga yang bermukim di wilayah ini bersuku Sinapelan, mereka dipimpin oleh kepala suku yang dipanggil Bathin. Payung sekaki ini kemudian diubah namanya menjadi Batin Senapelan atau terkenal sebagai Senapelan atau Chinapella terkadang juga disebut Sungai Pelam.

Wilayah ini dipimpin oleh seorang Bujang Sayang. Ternyata wilayah kekuasaan Bujang Sayang ini meluas ke berbagai daerah. Hal ini menimbulkan persaingan dengan negeri Petapahan di Muara Sungai Tapung. Negeri ini merupakan salah satu negeri yang maju pada kala itu.

Di lain sisi berdiri kekuasaan Malaka yang ditakhlukan oleh Portugis pada 1511 M. Kekalahan mereka membuat pusat pemerintahan dipindahkan ke Johor-Riau. Tepanya pada 9 April 1689 kerajaan Johor kemudian membuat perjanjian dengan Belanda. Penjajah ini dibebaskan dari cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis komoditi.

Bahkan mereka membangun Loji di Negeri Petapahan. Namun Kapal Belanda tidak bisa merapat ke Petapahan. Akhirnya Senapelan dipilih menjadi tempat pemberhentian mereka. Senapelan menjadi pintu gerbang perdagangan dan pelabuhannya berada di Teratak Buluh. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 1721.

Pada tahun 1722, berdirilah kerajaan Siak Sri Indrapura. Senapelan kemudian dipilih menjadi Ibukota Kerajaan tersebut. Sultan Siak Alamuddinsyah merintis berdirinya pekan di Senapelan. Kemudian pada Selasa 21 Rajab 1204 H atau bersamaan dengan 23 Juni 1784 M nama Senapelan resmi diganti menjadi Pekan Baharu

Setelah penetapan tersebut, pada 1784 Pekan Baharu ditetapkan menjadi Ibu Kota Provinsi yang termasuk dalam 10 provinsi di Kerajaan Siak. Lama-kelamaan, nama Pekan Baharu lebih familiar dengan sebutan Pekanbaru.

Provinsi ini dipimpin oleh Datuk Syahbandar. Ia memiliki wewenang sebagai kepala pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Kedudukan Pekanbaru sebagi ibu kota Provinsi berlangsung sampai tahun 1916.

Pada tahun 1916-1942, Pekanbaru sebagai kedudukan districthoop dan dipimpin Datuk Pesisir Muhammad Zen. Jabatan Disricthoop dan Onderdistricthoop memegang kekuasaan pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Juga ada jabatan jaksa, ajun jaksa dan cranie (juru tulis).

Perkembangan kota cukup pesat dan mendorong penduduk membangun gedung-gedung toko di Pasar Bawah, rumah penduduk dipinggir jalan. Masa kekuasaan Districthoop Datuk Wan Abdurrakhman diperluas kota kearah timur menuju sungai Sail, yaitu dari RRI ke jalan Tanjung Datuk (sekarang), juga dirintis jalan ke selatan, tetapi belum terlaksana, pecah Perang Asia Timur Raya.

Kemudian masuk lah penjajah Jepang yang mengubah tatanan kota ini. Saat itu pemerintahan sultan-sultan dan raja-raja dibekukan oleh Jepang. Pekanbaru dijadikan Ibukota pemerintahan militer Jepang dengan julukan Riau Syu. Wilayah ini dipimpin oleh seorang yang disebut Cokang.

Kondisi ini berlangsung selama tiga tahun. Setelah ada berita proklamasi kemerdekaan, ditunjuk lah Aminuddin sebagai pimpinan. Namun Ia justru lebih berpihak kepada Belanda yang kembali mengincar Indonesia. Namun para pemuda tidak tinggal diam. Mereka bertekad akan mengusir Belanda dari tanah melayu ini.

Setelah kemerdekaan, tepatnya pada 17 Mei 1946 Gubernur Sumatera yang berada di Medan menetapkan Pekanbaru menjadi daerah otonom yang disebut Haminte atau Kota B. Lalu pada tahun 1948, Kabupaten Pekanbaru diganti dengan Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru diberi status Kota Kecil. Lalu pada tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.

Pekanbaru menjadi ibu Kota Provinsi Riau, dalam status Kotamadya, Kota Besar /Bandaraya (Metropolitan Perjuangan rakyat Riau untuk menjadikan Riau sebagai provinsi daerah otonomi swatantra tingkat I sejak tahun 1954. Puncaknya diselenggarakannya Kongres Rakyat Riau di Pekanbaru 31 Januari s/d 2 Februari 1956 memutuskan supaya Riau dijadikan provinsi Otonom.

Perjuangan itu berhasil dengan ditetapkannya UU Darurat RI No.19 tahun 1957 tgl 9 Agustus 1957 dan diundangkan tgl 10 Agustus 1957 dalam Lembaran Negara No.75. Realisasi pembentukan provinsi Riau diselenggarakan sejak 5 Maret 1958 yaitu dilantiknya Mr S.M. Amin sebagai Gubenur Riau pertama di Tanjung Pinang.

Pekanbaru dapat diduduki oleh pasukan tentara pusat pada 12 Maret 1958 dibawah pimpinan Kaharuddin Nasution. Sesuai Kawat Mentri Dalam Negeri No.15/15/6 kepada Gubernur Riau tentang meminta Dewan Penasehat Gubenur Riau segera memberikan pertimbangan kepada Mendagri tentang pemindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru.

Berdasarkan kawat itu Gubernur menetapkan Panitia untuk menyelidiki pemindahan ibu kota tersebut. Pada 20 Desember 1958, Keputusan Mendagri menetapkan bahwa Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau. Realisasi pemindahan dilakukan secara berangsur-ansur sejak Februari 1960.

Referensi
id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekanbaru
http://witrianto.blogdetik.com/2011/01/01/sejarah-kota-pekanbaru/

Foto Sejarah Kota Pekanbaru dari :
Badan Perpustakaan dan Arsip Kota Pekanbaru
Jl. Dr. Sutomo no 1
Sail
Pekanbaru