Karya Fotografi Kontroversi Terbitan National Georaphic

Driau.com -- Mei 2013 lalu, sejumlah foto katak hijau berpayung daun di tengah guyuran hujan terpampang dalam laman National Geographic. Foto-foto hasil karya fotografer bernama Penkdix Palme itu menarik perhatian para pencinta satwa dan fotografer.

Sejumlah media online, dalam dan luar negeri, kala itu ramai memberitakan hasil jepretan Penkdix. Laman Huffington Post, misalnya, menuliskan bahwa Penkdix menemukan katak cerdas itu sekitar enam bulan lalu di kebun belakang rumah tetangganya di Jember, Jawa Timur.

"Fotografer berusia 27 tahun itu mengatakan si katak berteduh di bawah daun dan menggunakannya sebagai payung selama sekitar 30 menit," tulis Huffington Post pada 24 Juli 2013.

Namun, foto-foto yang tengah populer itu belakangan justru menuai kecaman. Potret katak berpose unik itu dianggap hanya merupakan hasil rekayasa dan manipulasi.

Salah satu yang mengkritik adalah Hee Jenn Wei. Fotografer dan blogger asal Malaysia ini menerjemahkan bebas kritikan pertama dari laman Weibo yang berbahasa Cina ke dalam blognya yang berbahasa Inggris.  

Dalam blognya, Hee menuliskan katak termasuk hewan amfibi, sehingga selalu memerlukan air untuk melembapkan kulitnya. "Hujan itu menyenangkan buat katak, mengapa mereka perlu payung?" tulisnya mengutip situs berbahasa Cina itu.

Guyuran hujan yang terlalu seragam juga mencurigakan. Ia menduga hujan itu hanya rekayasa guyuran air dari wadah penyiram. Kondisi katak juga disoroti oleh Hee. Menurutnya, katak dalam foto itu tidak benar-benar tampak dalam kondisi baik. Memar merah pada kaki katak menunjukkan hewan itu sedang terluka.

"Katak tak berdaya itu dipaksa berpose memegang daun sebagai payung. Ini tidak diragukan lagi hanyalah rekayasa foto," tulis Hee.

Laman berbahasa Cina yang disalin Hee tidak hanya mengkritisi potret katak berpayung daun. Beberapa potret unik karya fotografer lainnya juga disoroti, antara lain katak berpose kung-fu, katak melambaikan kedua tangan ke atas, jenis kadal uromastyx berpose berdiri, siput, hingga laba-laba. 

Komentar pedas yang ditulis laman berbahasa Cina itu menyebutkan bahwa karya foto rekayasa itu banyak dilakukan oleh fotografer asal Indonesia. "Banyak foto hewan berpose di internet yang sebagian besar merupakan karya fotografer Indonesia," tulis laman itu seperti diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Hee.

Tulisan Hee mendapat banyak komentar. Ada yang mendukung dan ada yang menentang. Salah satu yang turut mengkritik potret Penkdix adalah Alex Wild, seorang pakar serangga dan fotografer satwa asal Illinois, Amerika Serikat. Dalam artikel yang ditautkan di blog Hee, Wild menuliskan kecamannya terhadap semua fotografer alam dan satwa yang memilih untuk merekayasa obyek pemotretan demi mencapai tujuan mereka. Salah satunya untuk memenangkan kontes foto.


Bahkan Nachum Weiss, seorang fotografer asal Tel Aviv, Israel, langsung menuliskan tautan blog Hee ke dalam kolom komentar National Geographic yang memuat foto-foto Penkdix. Sama seperti Penkdix, Weiss juga fotografer satwa yang memuat karyanya dalam laman National Geographic. Bedanya, karya Weiss berfokus pada serangga, seperti lalat dan kupu-kupu, serta laba-laba. ***